Al Quran adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad
s.a.w., sebagai salah satu rahmat yang tidak ada taranya bagi alam
semesta. Di dalamnya terkumpul Wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk,pedoman
dan pelajaran bagi siapa yang mempercayai serta mengamalkannya. Bukan
itu saja, Al Quran itu adalah Kitab Suci yang paling penghabisan
diturunkan Allah, yang isinya mencakup segala pokok-pokok syariat yang
terdapat di dalamKitab-kitab Suci yang diturunkan sebelumnya. Karena
itu, setiap orang yang mempercayai Al Quran, akan bertambah cinta
kepadanya, cinta untuk membacanya, untuk mempelajari dan memahaminya
serta untuk mengamalkan dan mengajarkannya samapai merata rahmatnya
dirasai dan dikecap oleh penghuni alam semesta.
Setiap Mu’min harus yakin, bahwa membaca Al Quran saja sudah termasuk
amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda.
Sebab, yang dibacanya itu adalah Kitab Suci Ilahi. Al Quran adalah
bacaan yang paling baik bagi seorang Mu’min. Baik dikala senang maupun
susah; di kala gembira ataupun sedih. Malahan membaca Al Quran itu bukan
saja menjadi amal dan ibadah, tetapi juga menjadi obat dan penawar bagi
orang yang gelisah jiwanya.
Pada suatu ketika datanglah seseorang kepada sahabat Rasulullah yang
bernama Ibnu Mas’ud r.a. meminta nasehat, katanya: ” Wahai Ibnu Mas’ud,
berilah nasehat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang
gelisah. Dalam beberapa hari ini, aku merasa tidak tenteram, jiwaku
gelisah dan fikiranku kusut; makan tak enak, tidur tak nyenyak.”
Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya, katanya:” Kalau penyakit itu yang
menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ketempat
orang membaca Al Quran, engkau baca Al Quran atau engkau dengar
baik-baik orang yang membacanya; atau engkau pergi ke pengajian yang
mengingatkan hati kepada Allah; atau engkau cari waktu dan tempat yang
sunyi, disana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama di waktu tengah
malam buta, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun
mengerjakan shalat malam, meminta dan memohon kepada Allah ketenangan
jiwa, ketentraman fikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum
juga terobati dengan cara ini, engkau minta kepada Allah, agar
diberi-Nya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu, bukan lagi
hatimu.”
Setelah orang itu kembali kerumahnya, diamalkannyalah nasihat Ibnu
Mas’ud r.a. itu. Dia pergi mengambil wudhu kemudian diambilnya Al Quran,
terus dia baca dengan hati yang khusyu. Selesai membaca Al Quran,
berubahlah kembali jiwanya, menjadi jiwa yang aman dan tenteram,
fikirannya tenang, kegelisahannya hilang sama sekali.
Tentang keutamaan dan kelebihan membaca Al Quran, Rasulullah telah
menyatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim, yang maksdunya demikian:” Ada dua golongan manusia yang
sungguh-sungguh orang dengki kepadanya, yaituorang yang diberi oleh
Allah Kitab Suci Al Quran ini, dibacanya siang dan malam; dan orang yang
dianugerahi Allah kekayaan harta, siang dan malam kekayaan itu
digunakannya untuk segala sesuatu yang diridhai Allah.”
Di dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
pula, Rasulullah menyatakan tentang kelebihan martabat dan keutamaan
orang membaca Al Quran, demikian maksudnya:” Perumpamaan orang Mu’min
yang membaca Al Quran, adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan
rasanya lezat; orang Mu’min yang tak suka membaca Al Quran, adalah
seperti buah korma, baunya tidak begitu harum, tetapi manis rasanya;
orang munafiq yang membaca Al Quran ibarat sekuntum bunga, berbau harum,
tetapi pahit rasanya; dan orang munafiq yang tidak membaca Al Quran,
tak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit
sekali.”
Dalam sebuah hadits, Rasulullah juga menerangkan bagaimana besarnya
rahmat Allah terhadap orang-orang yang membaca Al Quran di rumah-rumah
peribadatan (mesjid, surau, mushalla dan lain-lain). Hal ini dikuatkan
oleh sebuah hadits yang masyur lagi shahih yang berbunyi sebagai
berikut:” Kepada kaum yang suka berjamaah di rumah-rumah peribadatan,
membaca Al Quran secara bergiliran dan ajar megajarkannya terhadap
sesamanya, akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketenteraman, akan
berlimpah kepadanya rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, juga
Allah akan mengingat mereka” (diriwayatkan oleh Muslim dan Abu
Hurairah).
Dengan hadits di atas nyatalah, bahwa membaca Al Quran, baik
mengetahui artinya ataupun tidak, adalah termasuk ibadah, amal shaleh
dan memberi rahmat serta manfaat bagi yang melakukannya; memberi cahaya
ke dalam hati yang membacanya sehingga terang benderang, juga memberi
cahaya kepada keluarga rumah tangga tempat Al Quran itu dibaca. Di dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Anas r.a. Rasulullah
bersabda : “Hendaklah kamu beri nur (cahaya) rumah tanggamu dengan
sembahyang dan dengan membaca Al Quran.”
Di dalam hadits yang lain lagi, Rasulullah menyatakan tentang memberi
cahaya rumah tangga dengan membaca Al Quran itu. Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Daru Quthi dari Anas r.a. Rasulullah memerintahkan :
“Perbanyaklah membaca Al Quran di rumahmu, sesungguhnya di dalam rumah
yang tak ada orang membaca Al Quran, akan sedikit sekali dijumapi
kebaikan di rumah itu, dan akan banyak kejahatan, serta penghuninya
selalu merasa sempit dan susah.”
Mengenai pahala membaca Al Quran, Ali bin Abi Thalib mengatakan
bahwa, tiap-tiap orang yang membaca Al Quran dalam sembahyang, akan
mendapat pahala lima puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang
diucapkannya; membaca Al Quran di luar sembahyang dengan berwudhu,
pahalanya dua puluh lima kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang
diucapkannya; dan membaca Al Quran di luar sembahyang dengan tidak
berwudhu, pahalanya sepuluh kali kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang
diucapkannya.
Mendengarkan Bacaan Al Quran
Di dalam ajaran Islam, bukan membaca Al Quran saja yang menjadi
ibadah dan amal yang mendapat pahala dan rahmat, tetapi mendengarkan Al
Quran pun begitu pula. Malahan sebagian ulama mengatakan, bahwa
mendengarkan orang membaca Al Quran pahalanya sama dengan orang yang
membacanya.
Tentang pahala orang mendengarkan bacaan Al Quran dengan jelas dalam surat Al A’raaf (7) ayat 204 disebutkan sebagai berikut:
“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”.
Mendengarkan bacaan Al Quran dengan baik, dapat menghibur perasaan
sedih, menenangkan jiwa yang gelisah dan melunakkan hati yang keras,
serta mendatangkan petunjuk. Itulah yang dimaksudkan dengan Rahmat
Allah, yang diberikan kepada orang yang mendengarkan bacaan Al Quran
dengan baik. Demikian besar mu’jizat Al Quran sebagai Wahyu Ilahi, yang
tak bosan-bosan orang membaca dan mendengarkannya. Malahan semakin
sering orang membaca dan mendengarkannya, semakin terpikat hatinya
kepada Al Quran itu; bila Al Quran itu dibaca dengan lidah yang fasih,
dengan suara yang baik dan merdu akan memberikan pengaruh kepada jiwa
orang yang mendengarkannya, sehingga seolah-olah yang mendengarnya sudah
ada di alam ghaib, bertemu langsung dengan Khaliknya. Bagaimana keadaan
orang Mu’min tatkala mendengarkan bacaan Al Quran itu, digambarkan oleh
firman Allah sebagai berikut:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu, hanyalah mereka yang
apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka
karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al Anfaal QS:8:2)
Diriwayatkan bahwa suatu malam, Nabi Muhammad s.a.w. mendengarkan Abu
Musa Al Asy’ari membaca Al Quran sampai jauh malam. Sepulang beliau di
rumah, beliau ditanya oleh istri beliau Aisyah r.a., apa sebabnya pulang
sampai jauh malam. Rasulullah menjawab, bahwa beliau terpikat oleh
kemerduan suara Abu Musa Al Asy’ari membaca Al Quran, seperti
merdunya suara Nabi Daud a.s.
Di dalam riwayat, banyak sekali diceritakan, betapa pengaruh bacaan
Al Quran pada masa Rasulullah terhadap hati orang-orang kafir yang
setelah mendengarkan bacaan Al Quran itu, tidak sedikit hati yang pada
mulanya keras dan marah kepada Muhammad s.a.w. serta pengikut-
pengikutnya, berbalik menjadi lunak dan mau mengikuti ajaran Islam.
Rasulullah sendiri sangat gemar mendengarkan bacaan Al Quran dari
orang lain. Dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan oleh Bukhari
disebutkan, bahwa Abdullah Ibnu Mas’ud menceritakan sebagai berikut :
Rasulullah berkata kepadaku: “Hai Ibnu Mas’ud, bacakanlah Al Quran
untukku!”. Lalu aku menjawab: “Apakah aku pula yang membacakan Al Quran
untukmu, ya Rasulullah, padahal Al Quran itu diturunkan Tuhan
kepadamu?”. rasulullah menjawab : “Aku senang mendengarkan bacaan Al
Quran itu dari orang lain.”
Kemudian Ibnu Mas’ud membacakan beberapa ayat dari surat An Nisaa’.
Maka tatkala bacaan Ibnu Mas’ud itu sampai kepada ayat ke-41 yang
berbunyi:
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seorang saksi (rasul dan nabi) dari tiap-tiap umat dan Kami
mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu
(umatmu).”ayat itu sangat mengharukan hati Rasulullah, lalu beliau
berkata: “Cukuplah sekian saja, ya Ibnu Mas’ud!”. Ibnu Mas’ud melihat
Rasulullah meneteskan air matanya serta menundukkan kepalanya.
Membaca Al Quran Sampai Khatam
Bagi seorang Mu’min, membaca Al Quran telah menjadi kecintaannya.
Pada waktu membaca Al Quran, ia sudah merasa seolah-olah jiwanya
menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa; menerima amanat dan hikmat
suci, memohon limpah karunia serta rahmat dan pertolongan-Nya. membaca
Al Quran telah menjadi kebiasaannya yang tertentu, baik siang ataupun
malam. Dibacanya sehalaman demi sehalaman, sesurat demi sesurat, dan se
juz demi se juz, akhirnya samapi khatam (tamat).
Tidak ada suatu kebahagiaan di dalam hati seseorang Mu’min melainkan
bila dia dapat membaca Al Quran sampai khatam. Bila sudah khatam, itulah
puncak dari segala kebahagiaan hatinya.
Di dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali mencatat beberapa
hadits dan riwayat mengenai pembacaan Al Qur’an sampai khatam.
Digambarkannya bagaimana para sahabat, dengan keimanan dan keikhlasan
hati, berlomba-lomba membaca Al Quran sampai khatam, ada yang khatam
dalam sehari semalam saja, bahkan ada yang khatam dua kali dalam sehari
semalam dan seterusnya. Di dalam sebuah hadits yang shahih, rasulullah
menyuruh Abdullah bin Umar, supaya mengkhatamkan Al Quran sekali dalam
seminggu. Begitulah para sahabat seperti Utsman, Zaid bin Tsabit, Ibnu
Mas’ud dan Ubaiyy bin Ka’ab, telah menjadi wiridnya untuk mengkhatamkan
Al Quran pada tiap-tiap hari Jum’at.
Adapun mereka yang mengkhatam Al Quran sekali seminggu, Al Quran itu
dibagi tujuh, menurut pembagian yang sudah mereka atur. Utsman bin Affan
r.a. pada malam Jum’at, memulai membacanya dari surat Al Baqarah sampai
surat Al Maa-idah, malam Sabtu dari surat Al An’aam sampai surat Hud,
malam Ahad dari surat Yusuf sampai surat Maryam, malam Senin dari surat
Thaaha sampai surat Thaasim, malam Selasa dari surat Ankabuut sampai
surat Shaad, malam Rabu dari surat Tanzil sampai surat Al Rahmaan, dan
mengkhatamkan pada malam Kamis. Tetapi Ibnu Mas’ud lain lagi membaginya,
yaitu: hari pertama 3 surat, hari kedua 5 surat, hari ketiga 7 surat,
hari keempat 9 surat, hari kelima 11 surat, hari keenam 13 surat dan
hari ketujuh adalah surat yang selebihnya sampai tamat.
Di samping itu, ada juga di antara para sahabat yang membaca Al Quran
sampai khatam dalam sebulan, untuk memperdalam penyelidikannya mengenai
maksud yang terkandung didalamnya.
Adab Membaca Al Quran
Al Qura’an sebagai Kitab Suci, Wahyu Ilahi, mempunyai adab-adab
tersendiri bagi orang-orang yang membacanya. Adab-adab itu sudah diatur
dengan sagnat baik, untuk penghormatan dan keagungan Al Quran; tiap-tiap
orang harus berpedoman kepadanya dan mengerjakannya.
Imam Al Ghazali di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin telah memperinci
dengan sejelas-jelasnya bagaimana hendaknya adab-adab membaca Al Qur’an
menjadi adab yang mengenal batin, dan adab yang mengenal lahir. Adab
yang mengenal batin itu, diperinci lagi menjadi arti memahami asal
kalimat, cara hati membesarkan kalimat Allah, menghadirkan hati dikala
membaca sampai ke tingkat memperluas, memperhalus perasaan dan
membersihkan jiwa. Dengan demikian, kandungan Al Quran yang dibaca
dengan perantaraan lidah, dapat bersemi dalam jiwa dan meresap ke dalam
hati sanubarinya. Kesemuanya ini adalah adab yang berhubungan dengan
batin, yaitu dengan hati dan jiwa. Sebagai contoh, Imam Al Gazhali
menjelaskan, bagaimana cara hati membesarkan kalimat Allah, yaitu bagi
pembaca Al Qur’an ketika ia memulainya, maka terlebih dahulu ia harus
menghadirkan dalam hatinya, betapa kebesaran Allah yang mempunyai
kalimat-kalimat itu.
Dia harus yakin dalam hatinya, bahwa yang dibacanya itu bukanlah kalam
manusia, tetapi adalah kalam Allah Azza wa Jalla. Membesarkan kalam
Allah itu, bukan saja dalam membacanya, tetapi juga dalam menjaga
tulisan-tulisan Al Quran itu sendiri. Sebagaimana yang diriwayatkan,
‘Ikrimah bin Abi Jahl, sangat gusar hatinya bila melihat
lembaran-lembaran yang bertuliskan Al Quran berserak-serak seolah-olah
tersia-sia, lalu ia memungutnya selembar demi selembar, sambil
berkata:”Ini adalah kalam Tuhanku! Ini adalah kalam Tuhanku, membesarkan
kalam Allah berarti membesarkan Allah.”
Adapun mengenai adab lahir dalam membaca Al Quran, selain didapati di
dalam kitab Ihya Ulumuddin, juga banyak terdapat di dalam kitab-kitab
lainnya. Misalnya dalam kitab Al Itqan oleh Al Imam Jalaludin As
Suyuthu, tantang adab membaca Al Quran itu diperincinya sampai menjadi
beberapa bagian.
Diantara adab-adab membaca Al Quran, yang terpenting ialah:
1. Disunatkan membaca Al Quran sesudah berwudhu, dalam keadaan bersih, sebab yang dibaca adalah wahyu Allah.
2. Mengambil Al Quran hendaknya dengan tangan kanan; sebaiknya memegangnya dengan kedua belah tangan.
3. Disunatkan membaca Al Quran di tempat yang bersih, seperti di
rumah, di surau, di mushalla dan di tempat-tempat lain yang dianggap
bersih. Tapi yang paling utama ialah di mesjid.
4. Disunatkan membaca Al Quran menghadap ke Qiblat, membacanya dengan
khusyu’ dan tenang; sebaiknya dengan berpakaian yang pantas.
5. Ketika membaca Al Quran, mulut hendaknya bersih, tidak berisi
makanan, sebaiknya sebelum membaca Al Quran mulut dan gigi dibersihkan
terlebih dahulu.
6. Sebelum membaca Al Quran disunatkan membaca ta’awwudz, yang
berbunyi: a’udzubillahi minasy syaithanirrajim. Sesudah itu barulah
dibaca Bismillahirrahmanir rahim. Maksudnya, diminta lebih dahulu
perlindungan Allah, supaya terjauh pengaruh tipu daya syaitan, sehingga
hati dan fikiran tetap tenang di waktu membaca Al quran, dijauhi dari
gangguan. Biasa juga orang yang sebelum atau sesudah membaca ta’awwudz
itu, berdoa dengan maksud memohon kepada Alah supaya hatinya menjadi
terang. Doa itu berbunyi sebagai berikut.
“Ya Allah bukakanlah kiranya kepada kami hikmat-Mu, dan
taburkanlah kepada kami rahmat dan khazanah-Mu, ya Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.”
7. Disunatkan membaca Al Quran dengan tartil, yaitu dengan bacaan
yang pelan-pelan dan tenang, sesuai dengan firman Allah dalam surat (73)
Al Muzammil ayat 4:
“….Dan bacalah Al Quran itu dengan tartil”.
Membaca dengan tartil itu lebih banyak memberi bekas dan mempengaruhi
jiwa, serta serta lebihmendatangkan ketenangan batin dan rasa hormat
kepada Al Quran.Telah berkata Ibnu Abbas r.a.:” Aku lebih suka membaca
surat Al Baqarah dan Ali Imran dengan tartil, daripada kubaca seluruh Al
Quran dengan cara terburu-buru dan cepat-cepat.”
8. Bagi orang yang sudah mengerti arti dan maksud ayat-ayat Al Quran,
disunatkan membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang
ayat-ayat yang dibacanya itu dan maksudnya. Cara pembacaan seperti
inilah yang dikehendaki, yaitu lidahnya bergerak membaca, hatinya turut
memperhatikan dan memikirkan arti dan maksud yang terkandung dalam
ayat-ayat yang dibacanya. Dengan demikian, ia akan sampai kepada hakikat
yang sebenarnya, yaitu membaca Al Quran serta mendalami isi yang
terkandung di dalamnya.Hal itu akan mendorongnya untuk mengamalkan isi
Al Quran itu. Firman Allah dalam surat (4) An Nisaa ayat 82 berbunyi
sebagai berikut:
“Apakah mereka tidak memperhatikan (isi) Al Quran?…”
Bila membaca Al Quran yang selalu disertai perhatian dan pemikiran
arti dan maksudnya, maka dapat ditentukan ketentuan-ketentuan terhadap
ayat-ayat yang dibacanya. Umpamanya: Bila bacaan sampai kepada ayat
tasbih, maka dibacanya tasbih dan tahmid; Bila sampai pada ayat Doa dan
Istighfar, lalu berdoa dan minta ampun; bila sampai pada ayat azab,
lalau meminta perlindungan kepada Allah; bila sampai kepada ayat rahmat,
llau meminta dan memohon rahmat dan begitu seterusnya. Caranya, boleh
diucapkan dengan lisan atau cukup dalam hati saja. Diriwayatkan oleh
Ahmad dan Abu Daud, dari Ibnu Abbas yang maksudnya sebagai berikut:
“Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. apabila membaca: “sabbihissma rabbikal
a’la beliau lalu membaca subhanarobbiyal a’la . Diriwayatkan pula oleh
Abu Daud, dan Wa-il binHijr yang maksudnya sebagai berikut:” Aku dengan
Rasulullah membaca surat Al Fatihah , maka Rasulullah sesudah membaca
walad dholliin lalu membaca aamin . Demikian juga disunatkan sujud, bila
membaca ayat-ayat sajadah, dan sujud itu dinamakan sujud tilawah.
Ayat-ayat sajadah itu terdapat pada 15 tempat yaitu:
dalam surat Al-A’raaf ayat 206
dalam surat Ar-ra’d ayat 15
dalam surat An-Nahl ayat 50
dalam surat Bani Israil ayat 109
dalam surat Maryam ayat 58
dalam surat Al-Haji ayat 18 dan ayat 77
dalam surat Al Furqaan ayat 60
dalam surat Annaml ayat 26
dalam surat As-Sajdah ayat 15
dalam surat As-Shad ayat 24
dalam surat Haamim ayat 38
dalam surat An-Najm ayat 62
dalam surat Al-Insyiqaq ayat 21, dan
dalam surat Al-’Alaq ayat 19
9. Dalam membaca Al Quran itu, hendaknya benar-benar diresapkan arti
dan maksudnya, lebih-lebih apabila smapai pada ayat-ayat yang
menggambarkan nasib orang-orang yang berdosa, dan bagaimana hebatnya
siksaan yang disediakan bagi mereka. Sehubungan dengan itu, menurut
riwayat, para sahabat banyak yang mencucurkan air matanya di kala
membaca dan mendengar ayat-ayat suci Al Quran yang menggambarkan betapa
nasib yang akan diderita oleh orang-orang yang berdosa.
10. Disunatkan membaca Al Quran dengan suara yang bagus lagi merdu,
sebab suara yang bagus dan merdu itu menambah keindahan islubnya Al
Quran. Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
“Kamu hiasilah Al Quran itu dengan suaramu yang merdu”
Diriwayatkan, bahwa pada suatu malam Rasulullah s.a.w.
menunggu-nunggu istrinya, Sitti ‘Aisyah r.a. yang kebetulan agak
terlambat datangnya. Setelah ia datang, Rasulullah bertanya kepadanya:”
Bagaimanakah keadaanmu?” Aisyah menjawab :”Aku terlambat datang, karena
mendengarkan bacaan Al Quran seseorang yang sangat bagus lagi merdu
suaranya. Belum pernah akumendengarkan suara sebagus itu.”
Maka Rasulullah terus berdiri dan pergi mendengarkan bacaan Al Quran
yang dikatakan Aisyah itu. rasulullah kembali dan mengatakan kepada
Aisyah:” Orang itu adalah Salim, budak sahaya Abi Huzaifah. Puji- pujian
bagi Allah yang telah menjadikan orang yang suaranya merdu seperti
Salim itu sebagai ummatku.”
Oleh sebab itu, melagukan Al Quran dengan suara yang bagus, adalah
disunatkan, asalkan tidak melanggar ketentuan-ketentuan dan tata cara
membaca sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ilmu qiraat dan tajwid,
seperti menjaga madnya, harakatnya (barisnya) idghamnya dan
lain-lainnya. Di dalam kitab zawaidur raudhah, diterangkan bahwa
melagukan Al Quran dengan cara bermain-main serta melanggar ketentuan-
ketentuan seperti tersebut di atas itu, haramlah hukumnya; orang yang
membacanya dianggap fasiq, juga orang yang mendengarkannya turut
berdosa.
11. Sedapat-dapatnya membaca Al Quran janganlah diputuskan hanya
karena hendak berbicara dengan orang lain. Hendaknya pembacaan
diteruskan sampai ke batas yang telah ditentukan, barulah disudahi. Juga
dilarang tertawa-tawa, bermain-main dan lain-lain yang semacam itu,
ketika sedang membaca Al Quran. Sebab pekerjaan yang seperti itu tidak
layak dilakukan sewaktu membaca Kitab Suci dan berarti tidak menghormati
kesuciannya.
Itulah diantara adab-adab yang terpenting yang harus dijaga dan
diperhatikan, sehingga dengan demikian kesucian Al Quran dapat
terpelihara menurut arti yang sebenarnya.
Sumber : Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama